SELAMAT DATANG DI WEBLOG SANGGAR SENI SEROJA TULISAN YANG BERISI MENGENAI KREATIFTAS SENI DI SMA PINTAR KUANTAN SINGINGI RIAU INDONESIA SEMOGA MENJADI KEBERKAHAN BAGI PENULIS DAN PEMBACA SEGALA PENJURU DUNIA

Seni Tari Rangguk dari Kerinci

Tari Rangguk

Tari Rangguk merupakan tari tradisional yang berasal dari Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Ada beberapa pendapat ahli yang mencoba mengungkap asal kata Tari Rangguk tersebut. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa istilah Rangguk berasal dari kata rangguk, ranggok, dan rangguek yang merujuk pada beberapa dialek yang berkembang di masyarakat Kerinci. Ketiga suku kata tersebut berkembang di beberapa daerah, misalnya kata rangguk berasal dari dialek masyarakat Kerinci Hulu, ranggok dari dialek pada masyarakat Sungai Penuh, dan rangguek merupakan dialek masyarakat Pulau Tengah. Kata rangguk, ranggok, dan rangguek menunjukkan arti “angguk” dan jika ditambah awalan me dari kata tersebut menunjukkan arti “mengangguk”. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa kata rangguk berasal dari 2 kata yang digabung menjadi satu. Dua kata tersebut adalah “uhang” yang berarti “orang” dan ”ganggok” yang berarti “angguk”. Kebiasaan masyarakat Kerinci yang acap kali menggabungkan dua kata menjadi satu membuat kata uhang dan nganggok dapat digabung membentuk ranggok yang berarti “mengangguk”.
Tari Rangguk konon diciptakan oleh seorang ulama setempat setelah kembali dari menunaikan ibadah haji di Makkah. Sewaktu menunaikan ibadah haji, beliau sempat belajar ilmu agama pada ulama setempat. Di sela-sela belajar agama tersebut, beliau berkeliling untuk melihat pergaulan dan tradisi yang berkembang pada masyarakat Arab. Pada waktu itu, beliau tertarik dengan salah satu tradisi yang dimainkan generasi muda setempat, yaitu menabuh rebana sembari mengangguk. Lalu beliau belajar pada para pemuda tersebut hingga menguasai dengan baik.

 

Pada awal perkembangannya, Tari Rangguk hanya dimainkan oleh kaum laki-laki saja. Mereka menabuh rebana di kala sore, sebagai sarana hiburan guna melepas lelah setelah seharian bekerja di sawah dan kebun. Mereka melakukannya di beranda rumah. Sedangkan untuk kaum perempuan tidak diperkenankan untuk ikut dalam tarian ini karena masih dianggap tabu. Baru sekitar tahun 1950-an kaum perempuan ikut serta mementaskan tarian tersebut hingga sekarang.

Tari Rangguk banyak mengandung nilai estetika (keindahan) dan nilai spiritual yang bersumber ajaran agama Islam. Hal ini tercermin dalam gerakan-gerakan kepala (mengangguk-angguk), irama musik (tabuhan rebana), serta beberapa selingan pantun puji-pujian. Gerakan tari yang disajikan oleh para penari diambil dari beberapa gerakan seperti liukan tumbuhan-tumbuhan, gerak riang hewan, dan lenggak-lenggok manusia yang dikombinasikan menjadi satu. Dan tidak kalah penting dari pelaksanaan Tari Rangguk adalah nilai spiritual yang melekat sebagai ungkapan rasa syukur dan ketakwaan kepada Sang Penciptanya (Allah SWT).

 

Selain sebagai hiburan dan untuk menyambut tamu, tari ini juga dibawakan pada pesta adat masyarakat Kerinci, seperti Keduri Sko (pesta pusaka) dan pemberian gelar luhah untuk pemimpin negeri. Keduri Sko (pesta pusaka) biasanya diadakan pada acara seperti pengangkatan atau pemberian gelar adat, seperti pemberian gelar Rio Depati, Mangku, Datuk, serta pimpinan suku. SUMBER

0 komentar:

Posting Komentar